Sabtu, 06 Maret 2010

PASAL 28 F

Pasal 28F

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Di tengah-tengah dominasi pemberitaan persaingan kandidat calon presiden dan wakil presiden, isu kebebasan berekspresi berhasil mencuri perhatian luas di berbagai media, terutama media informal dunia maya seperti situs-situs jejaring sosial dan blog.
Hal ini diakibatkan oleh penahanan Prita Mulyasari atas tuduhan pencemaran nama baik. Tuduhan ini didasari laporan RS Omni Internasional atas surat yang dikirimkan Prita ke salah satu mailing list yang kemudian menyebar ke berbagai situs lain. Isu ini juga diwarnai kasus serupa yang dialami Khoe Seng Seng terkait surat pembaca yang ditulisnya di salah satu surat kabar nasional.
Kedua kasus ini menimbulkan keresahan, terutama di kalangan masyarakat perkotaan yang tengah mengalami euforia kebebasan berekspresi yang luar biasa yang tercermin dari ramainya fitur-fitur di dunia maya yang memungkinkan pembaca atau pengguna mengekspresikan komentarnya terhadap berbagai macam hal, termasuk pelayanan konsumen, serupa dengan yang dilakukan Prita.
Meskipun banyak aspek hukum yang bisa dikaji dalam kasus Prita, inti dari permasalahan Prita sebenarnya terletak pada kebebasan berekspresi. Kebebasan berekspresi dijamin oleh Pasal 28E yang menyatakan, "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat."
Jaminan ini diperkuat oleh Pasal 28F UUD 1945 yang berbunyi, "Setiap orang berhak untuk... menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia." Prita hanyalah satu dari sekian banyak masyarakat Indonesia yang gemar berekspresi di dunia maya, baik dalam bentuk keluh kesah maupun kritik tajam
Pertanyaan yang mengemuka kemudian adalah apakah kebebasan berekspresi yang dijamin konstitusi ini memiliki batasan? Jika ya, sejauh mana? Di Amerika Serikat, pembuat ekspresi dilindungi oleh konstitusi AS yang melarang pemerintah melakukan tindakan yang dianggap "abridging the freedom of speech" atau menghalangi kebebasan berekspresi.
Untuk kasus Prita memang ada kemungkinan mengajukan judicial review atas Pasal 310 KUHP mengenai penghinaan untuk dipertentangkan dengan UUD 1945 Pasal 28E ke Mahkamah Konstitusi. Di sinilah perlunya pengaduan konstitusional. Dengan pengaduan konstitusional, Prita dapat mengadukan seluruh tindakan pemerintah yang dialami dirinya, sejak penangkapan hingga penahanan sebagai tindakan inkonstitusional. Dalam mengadili pengaduan ini, dapat sekaligus diputuskan mengenai konstitusionalitas Pasal 310 KUHP.
Namun mengingat besarnya manfaat yang diberikan bagi terjaminnya hak-hak konstitusional warga negara, upaya tersebut patut ditempuh agar di masa yang akan datang, siapa pun presidennya, kita tidak lagi melihat Prita-Prita lain di balik jeruji

Tidak ada komentar:

Posting Komentar